Kisah

Pertama kalinya Syekh Abdul Qodir Jailani memberikan ceramah dihadapan ulama Baghdad.



Dalam kitab Bahjatul Asror diterangkan bahwa pada hari selasa tanggal enam bulan Syawal tahun 521 Hijriyah menjelang waktu dzuhur, saya melihat kedatangan Rosululloh SAW, kata Syekh Abdul Qodir, lalu beliau bersabda kepadaku : “Wahai anakku, mengapa kamu tidak segera memberikan pengajian pada jama’ah pengajian itu?”. Lalu Syekh Abdul Qodir mengemukakan alasannya : “Ya Rosulalloh, bagaimana saya bisa memberikan pengajian, sebagaimana diketahui bahwa saya ini orang ajam, sedangkan mereka para Alim Ulama Baghdad yang akan kuhadapi, mereka sangat fasih berbahasa Arab”. 

“Coba buka mulutmu!”, sabda Rosululloh SAW. yang ditujukan kepadaku. Lalu saat itu pula saya membuka mulut, kemudian diludahinya mulutku tujuh kali oleh Rosululloh SAW. Sabda beliau : “Mulai sekarang, silakan kamu mengajar, ajaklah mereka menuju Tuhanmu dengan jalan hikmat dan kebijaksanaan, berikan nasihat dengan tuntunan dan tutur kata yang baik.” Setelah itu beliau menghilang dari pandanganku. Setelah kejadian itu lalu aku melaksanakan sholat Dzuhur.

Tidak berapa lama kemudian saya melihat orang-orang berdatangan dari beberapa arah, mereka berbondong-bondong menuju madrosahku. Menghadapi kejadian ini saya menjadi gugup, badan terasa menggigil, dagu menggeletar, gigi gemeretak, hatiku berdebar-debar. Dan anehnya lagi mulutku terasa terkunci dan tidak bisa berbicara.

Menghadapi kebingungan ini tiba-tiba terlihat Sayyidina Ali langsung berdiri di hadapanku sambil bertanya: “Mengapa kamu tidak segera memulai pengajian?”. Dengan penuh khidmat saya menjawab: “Saya menjadi kaku dan gugup, tidak bisa berbicara menghadapi orang banyak”. Lalu beliau menyuruh padaku untuk membuka mulut.

Setelah mulutku dibuka agak ternganga, lalu diludahinya enam kali. Saya bertanya kepada beliau: “Mengapa tidak tujuh kali ?”. Beliau memjawab: ” Karena menghormati kepada yang lebih tinggi kedudukannya, yakni Rosululloh SAW”. Setelah itu beliau menghilang lagi dari pandanganku.

Sejurus kemudian badanku menjadi tidak kaku dan hatiku terasa lapang, tidak ada sesuatu apapun yang mengganjal, lalu saat itu pula pengajian dibuka dan dimulai dengan lancarnya.

Pada pengajian pertama itu saya mulai memberikan nasihat dengan pendahuluan pembahasan sebagai berikut: 

ghowwasul fikri yaghusu fi bahril qolbi ‘ala duroril ma’arifi faastakhrijuhaa ilas sahilis shodri fayunaadi ‘alaiha simsarut turjumanil lisani watasytari binafaisi husnit tho’ati fi buyutin adzinallohu anturfa’a.

“Pola pikirku diibaratkan para penyelam, menyelam ke dasar lautan hati, untuk mencari mutiara ma’rifat, setelah kuperoleh lalu aku muncul kepermukakaan tepi pantai lautan dada, lalu para pialang melalui para penerjemahnya menawarkan dagangannya, dan mereka membeli dengan nilai ketaatan, ketaqwaan yang baik. 

Firman Alloh dalam Al-Qur’an: Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” (Q.S. An-Nur :36).

اللهم انشر عليه رحمة ورضوانا وءمدنا باسرره فى كل وقت ومكان

alloohhummansyur ‘alaihhi rohmataw waridlwaana waamiddana bi asrorihhi fii kulli waqti wamakaan.

Demian kami buat.

manaqib-mojokerto-1-750x430

Manaqib di Mojokerto : Kiai Wahfiudin Terangkan LDTQN

Mojokerto – Kiai Wahfiudin yang menjabat sebagai wakil talqin yang berdomisili di jakarta menghadiri acara manaqib di Pasuruan pada hari sabtu (23/3),keesokan paginya dilanjutkan dengan menghadiri acara Manaqib syekh Abdul Qodir al- Jailani di Mojokerto,Jawa TimurAcara tersebut dihadiri oleh 500 ikhwan dan akhwat dari Mojokerto,Jombang,lamongan dan Surabaya.

“Untuk mengembangkan dakwah tidak semua harus turun berceramah,semua bisa dakwah sesuai dengan minatnya” menurutnya.

Menurutnya yayasan memiliki basis aset sedangkan lembaga dakwah basisnya perkumpulan. “Sehingga lebih tepat untuk mengembangkan dakwah,” sambung Mudir Aam JATMAN.

manaqib.id

M

Di pusat sudah mulai digunakan nama LDTQN. Untuk tingkat provinsi bisa disebut pengurus wilayah, kota/kabupaten pengurus cabang, kecamatan majelis wakil cabang dan tingkat desa pengurus ranting.

“Untuk mengembangkan dakwah tidak semua harus turun berceramah. Semua bisa berdakwah sesuai dengan minat dan bidangnya,” kata Kiai Wahfiudin.

Wakil Ketua Komisis Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat ini memberikan contoh sederhana ragam dakwah yang bisa dilakukan. “Dakwah bisa dengan membantu menyiapkan layar dan LCD proyektor, menyiapkan konsumsi, bahkan menata alas kaki di teras masjid.”

M

“Jadi dakwah bisa diatas mimbar,bisa didapur,dijalan dirumah,ada yang pakai tenaga ,waktu,harta dan pemikiran “sambungnya

beliau diahir ceramah mengajak para pengurus dan jamaah mulai menggunakan nama LDTQN untuk mengembangkan dakwah.