Di suatu tempat, seorang petani memiliki kuda yang sangat bagus. Seorang hartawan sangat ingin membeli kuda itu. Harganya tak tanggung-tanggung, 50 ribu dirham. Akan tetapi, sang petani dengan sopan menolak karena dia pun menyukai kuda tersebut.
Banyak orang menyesali sang petani yang tak menukar kudanya dengan uang sebegitu besar. Tak dinyana, tak diduga, suatu hari hilanglah kuda si petani. Maka, orang pun mulai menyalahkannya.
“Mau dibeli sebegitu mahal tak boleh, sekarang kuda pun raib. Rugi besar dia.”
Mendengar itu, sang petani berkata, “Yang aku tahu kudaku hilang, tetapi aku tak tahu apakah aku menjadi rugi karenanya.” Dia memilih bersabar.
Kenyataannya, beberapa hari kemudian kuda itu kembali, sambil membawa bersamanya puluhan kuda liar yang bagus-bagus. Sang petani bersyukur. Namun, sekali lagi cobaan menimpanya. Karena sesuatu hal, suatu hari kuda tersebut mengamuk dan menendang kaki anaknya yang belia, sehingga kaki sang anak cacat. Sekali lagi orang-orang menyalahkan si petani. “Coba saja kuda itu dijual, kau akan dapat uang banyak, dan anakmu tak akan cacat.”
Lagi-lagi si petani menjawab, “Ya, anakku memang cacat, tetapi aku tak tahu apakah itu merugikanku.” Sekali lagi si petani memilih bersabar.
Tak lama setelah itu, datanglah serombongan tentara suruhan raja untuk merekrut anak-anak muda menjadi tentara yang akan dikirim ke medan perang melawan musuh. Anak si petani tak jadi direkrut karena kakinya cacat. Terbukti belakangan, banyak anak muda yang dikirim ke medan perang menjadi korban jiwa. Maka, sekali lagi, si petani pun bersyukur.
Baca juga : Restu Orang Tua Adalah Awal Tarekat , Ivan Agueli, Sang Pelopor Tasawuf di Eropa
Apa yang dapat kita petik dari kisah petani dan kudanya diatas? Ternyata, begitu mudahnya Allah SWT melukiskan orang sabar itu yaitu orang-orang yang digambarkan dalam firman-Nya dalam Al Qur’an :
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali,”
(QS Al-Baqarah : 155-156)
Setiap musibah, cobaan dan ujian itu tidaklah berarti apa-apa karena kita semua adalah milik Allah karena kita berasal dari-Nya, dan baik suka-maupun duka, diuji atau tidak, kita pasti akan kembali kepada-Nya. Ujian apapun itu datangnya dari Allah, dan hasil ujian itu akan kembali kepada Allah.
Maka seperti yang diteladankan oleh sang petani miskin, yang senantiasa bertawaqal dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah SWT, maka Allahpun menganugerahinya akhir yang menyenangkan.