Kisah

Para Ulama Baghdad Berkumpul di Madrasah Syaik Abdul Qadir Al Jailani Membawa Berbagai Macam Masalah.

Syekh Abu Muhammad Al-Mufarroj meriwayatkan , pada waktu saya ikut hadir di majelis Syekh Abdul Qodir, seratus orang ulama Baghdad telah berkumpul mereka membawa masalahnya masing-masing.Mereka berkumpul untuk mengadukan permasalahanya kepada Syaikh Abdul Qodir Jailani.

Pada saat itu suasana menjadi gaduh dan hiruk pikuk. Lalu Syekh memeluk dan mendekap para alim ulama itu seorang demi seorang, dan masalah yang akan dikemukakan mereka satu-persatu dijawabnya dengan tepat dan jelas serta memuaskan.

Mereka menjadi tercengang serta kagum atas kepintaran dan kehebatan Syekh dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tadinya akan mereka tanyakan.

اللهم انشر عليه رحمة ورضوانا وءمدنا باسرره فى كل وقت ومكان

alloohhummansyur ‘alaihhi rohmataw waridhwaana waamiddana bi asrorihhi fii kulli waqti wamakaan.

Kisah

Berikut Beberapa Tanda Kemuliaan Pada waktu Syaikh Abdul Qodir Jailani Dilahirkan


Sayid Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani dilahirkan di Naif, Jailani Irak pada tanggal 1 bulan Romadhon, tahun 470 Hijriyah, bertepatan dengan 1077 Masehi.

Beliau wafat pada tanggal 11 Rabiul Akhir tahun 561 Hijriyah bertepatan dengan 1166 Masehi, pada usia 91 tahun. Beliau dikebumikan di Bagdad, Irak.


Pada malam beliau dilahirkan ada lima karomah (kemuliaan)yang terjadi :

1. Ayah Syekh Abdul Qodir Jaelani, yaitu Abi Sholih Musa Janki, pada malam hari bermimpi dikunjungi Rosululloh SAW., diiringi para Sahabat dan Imam Mujtahidin, serta para wali. Rosululloh bersabda kepada Abi Sholih Musa Janki: “Wahai, Abi Sholih kamu akan diberi putra oleh Alloh. Putramu bakal mendapat pangkat kedudukan yang tinggi di atas pangkat kewalian sebagaimana kedudukanku diatas pangkat kenabian. Dan anakmu ini termasuk anakku juga, kesayanganku dan kesayangan Alloh.

2. Setelah kunjungan Rosululloh SAW, para Nabi datang menghibur ayah Syekh Abdul Qodir : “Nanti kamu akan mempunyai putra, dan akan menjadi Sulthonul Auliya, seluruh wali selain Imam Makshum, semuanya di bawah pimpinan putramu”.

3. Syekh Abdul Qodir sejak dilahirkan menolak untuk menyusu, baru menyusu setelah berbuka puasa.

4. Di belakang pundak Syekh Abdul Qodir tampak telapak kaki Rosululloh SAW, dikala pundaknya dijadikan tangga untuk diinjak waktu Rosululloh akan menunggang buroq pada malam Mi’raj.

5. Pada malam dilahirkan, Syekh Abdul Qodir diliputi cahaya sehingga tidak seorangpun yang mampu melihatnya. Sedang usia ibunya waktu melahirkan ia berusia 60 tahun, ini juga sesuatu hal yang luar biasa.

اللهم انشر عليه رحمة ورضوانا وءمدنا باسرره فى كل وقت ومكان

Alloohhummansyur ‘alaihhi rohmataw waridhwaana waamiddana bi asrorihhi fii kulli waqti wamakaan.

22BD0462-DEDF-4670-B2B2-EE6AAF912D57-750x430

Kiai Wahfiudin Menyampaikan : Dakwah Bukan Hanya Mengajak Namun Membelajarkan

Medan – Hari kedua PDT (Pelatihan Dakwah Transformatif) Kiai Wahfiudin membongkar rahasia dakwah agar mudah diterima oleh masyarakat. PDT yang diadakan selama 4 hari 3 malam di Aula Siti Banun Medan ini diikuti 14 muballigh dari berbagai daerah di Sumut.

Menurut Wakil Talqin TQN Pontren Suryalaya manusia lebih terseret dari apa yang dilihat dari pada apa yang didengar.

Berdasarkan sebuah penelitian, setelah 24 jam apa yang didengar seseorang hanya bisa melekat 10%. Namun apa yang dilihat masih tertinggal 30%. Sementara jika didengar dan dilihat bisa mencapai 50%. Sedangkan orang yang melakukan, mengalami masih bisa melekat hingga 70%.

“Supaya mudah membuat orang belajar maka dakwah bukan hanya menyampaikan namun juga membuat orang mengalami dan melakukan,” ujarnya.

Kiai Wahfiudin memberikan sebuah ilustrasi. Orang tua tidak cukup hanya menyampaikan ajakan shalat kepada anaknya. “Nak ayo shalat sudah masuk waktu maghrib.” Sementara orang tua masih sibuk dengan gawainya.

“Akan lebih baik jika orang tua itu meletakkan gawainya lalu bangkit mengambil air wudhu, sambil mengajak anaknya. Karena dakwah bukan hanya mengajak namun membelajarkan,” terang Mudir Aam JATMAN.

Kiai Wahfiudin lalu mencontohkan hadis tentang wudhu sambil mengajak peserta untuk mempraktekkan.

“Benar kiai, dengan mempraktekkan kami jadi lebih mudah menangkap pesan hadis karena kami mendengar, melihat dan mengalami,” ujar Ustadz Anwar peserta dari Toba Samosir.

Di akhir sesi Wakil Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat ini mengajak muballigh yang sering bertugas di daerah bisa menggunakan alat audio visual. Audio visual bukan hanya LCD proyektor dan layar.

“Kita bisa menggunakan media seperti karton, gambar dan barang-barang lainnya. Setidaknya ada yang bisa dilihat dan didengar. Ini lebih baik dari pada ceramah hanya verbal saja.”

Ustadz Bobby Herwibowomenyampaikan . “Ia menggunakan gerakan untuk menghafal qur’an sehingga lebih mudah dan lama melekat.”

“Kesimpulannya dakwah bukan hanya sekedar mengajar namun membelajarkan. Teknik pembelajaran yang terbaik adalah Learning by Doing. Alatnya disebut simulasi.” tutupnya. (

gusrif-ceramah-750x430

Sudah Selayaknya Kita Bergembira Menerima Amalan Dari Pangersa Abah, Ujar Kang GusRif

Bekasi – Bertempat di kediaman Ustadz Supriadi di Ujung Harapan kamis (7/3) ikhwan TQN Pondok pesantren Suryalaya melaksanakan sholat Rajab.Mengikuti maklumat Syekh Mursyid KH. Ahmad shahibul Wafa Tajul Arifin .

Shalat rajab dilakukan setelah shalat maghrib, dzikir harian dan shalat sunat bakda maghrib. Untuk malam 1 Rajab dilakukan sebanyak 10 rakaat, 5 kali salam.


Ujar Arifin salah seorang jamaah “Selepas Isya kami melanjutkan dengan dzikir khatam dan Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani (qs),”

Haji Agus Syarif Hidayat dalam tausiyahnya membahas keutamaan bulan Rajab. “Sebagai murid Pangersa Abah sudah selayaknya bergembira dan bersyukur atas begitu banyaknya amalan sunah yang diajarkan Abah,” ujarnya.


“Sudah menjadi kewajiban setiap murid untuk melestarikan dan mengamalkannya.” Menurutnya semua amalan dari Abah bersumber dari al-Qur’an, hadis yang bermuara dari Baginda Rasulullah SAW. “

“Semoga keberkahan manaqib dan bulan Rajab senantiasa menaungi kita semua, wabil khusus sahibul hajat.. Aamiin,” harap ustadz yang akrab disapa Kang GusRif.

kabar duka

Kabar Duka: H. Utju Suparta, Majelis Pembina YSB Pusat Periode 2003 – 2008 Wafat

Jakarta – Ir.H. Utju Suparta Suriakusumah wafat pada hari kamis(28/2) di Jakarta pada pukul 11:50 WIB , Beliau adalah salah seorang anggota pembina periode 2003 – 2008 beliau juga datang dari keluarga besar Yayasan Serba Bakti (YSB) Pontren Suryalaya.

Semasa hidupnya Pak Utju dikenal sebagai tokoh penggerak TQN di Jakarta. “Beliau adalah sesepuh ikhwan TQN yang mengadakan manaqib pertama di Jakarta,” tulis Ustadz Herlan dalam laman facebooknya.

. Handri pengurus LDTQN Jakarta menyampaikan rencananya Almarhum akan dimakamkan diBandung,pagi ini selepas shubuh sekitar jam lima pagi diberangkatkan

Semasa hidupnya Pak Utju dikenal sebagai tokoh penggerak TQN di Jakarta. “Beliau adalah sesepuh ikhwan TQN yang mengadakan manaqib pertama di Jakarta,” tulis Ustadz Herlan dalam laman facebooknya.

manaqib

A

Pengemban Amanah sekaligus Sesepuh Pontren Suryalaya KH. Zaenal Abidin Anwar mengajak para ikhwan untuk mendoakan dan melakukan shalat ghaib.

“Kepada para ikhwan TQN Pontren Suryalaya supaya dapat melaksanakan shalat ghaib, tahlil serta doa-doa lainnya untuk almarhum,” demikian rilis yang disampaikan kepada redaksi.


Wakil talqin Kiai Wahfiudin Sakam mengenang jasa-jasa almarhum Pak Utju mengembangkan TQN di Jakarta dan dunia Internasional. “Insya Allah beliau husnul khatimah dan berkumpul bersama Pangersa Abah.

abah anom

Abah Anom

KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.

abah-anom-copy-700x336

Kisah Pangersa Abah Anom (qs) Menjawab Pertanyaan Pancingan

Diceritakan oleh Ust. Andhika Darmawan, Ketua Bidang Amaliyah YSB Pontren Suryalaya, Korwil DKI Jakarta.


Haji Abdul Halim adalah Wakil Ketua YSB Suryalaya Perwakilan Jakarta Barat masa khidmat 1994-1999 & 1999-2004. Suatu saat Haji Halim mengajak Kiai Fulan berkunjung ke Ponpes Suryalaya. Kiai Fulan ini adalah tokoh ulama muda, putra seorang Kiai pengasuh pondok pesantren di Jakarta Barat.

Haji Halim lalu mengarahkan Kiai Fulan utk mengikuti prosesi talqin dzikir. Maka mereka mengikuti prosesi talqin dzikir di Madrasah TQN Suryalaya yg disampaikan langsung oleh Pangersa Abah. Setelah prosesi talqin dzikir selesai, Haji Halim bertanya kepada Kiai Fulan: “Bagaimana rasanya setelah mendapatkan talqin dzikir?”

“Saya tadi gak ikutan tuh. Saya cuma ngelihatin aja..” Jawab Kiai Fulan mengejutkan Haji Halim.

Subhaanallaah! Jadi memang benar ilmu itu terkadang justru bisa menjadi hijab. Bahkan Kiai Fulan berkata bahwa dirinya sengaja membawa beberapa kitab & nanti ada yg akan dipertanyakan kepada Pangersa Abah.

Ketika tiba giliran mushafahah, Kiai Fulan langsung bertanya kepada Pangersa Abah; “Pak Kiai, ada yang menyatakan bahwa mengamalkan dzikir thariqah itu hukumnya fardhu ‘ain. Apa menurut Pak Kiai juga begitu?”

Pangersa Abah tersenyum menerima pertanyaan pancingan dari Kiai Fulan. Dengan tenang Pangersa Abah menjawab: “Buat yang perlu saja..”

Kiai Fulan terdiam menerima jawaban Pangersa Abah. Padahal Kiai Fulan sudah menyiapkan serangan pertanyaan retorika berikutnya jika Pangersa Abah membenarkan pertanyaan pancingannya. Tapi jawaban Pangersa Abah justru menyebabkan Kiai Fulan kehilangan kata-kata sehingga undur diri dari hadapan Pangersa Abah. Alhamdulillaah.. Wallaahu a’lam..

WhatsApp Image 2018-07-31 at 17.17.56

Khataman dan Tahlil 100 Hari Ihkwan Alm. Bpk Nani Rohandi

Khataman dan Tahlil 100 hari selepas meninggalnya Ikhwan TQN Suryalaya yaitu Alm. Bapak Nani Rohandi yang berkediaman di Kompleks  Cipatat Elok, Bandung Barat, pada tanggal 27 Juli 2018, yang dipimpin oleh Ust. Asep Yusuf Tajiri dan dihadiri pula oleh Ustazah. Iis Juariah.

Dalam ceramahnya Ust. Asep Yusuf Tajiri meriwayatkan perjalanan Almarhum bersama Istri mendapatkan Talqin Dzikir di Pondok Pesantren Suryalaya pada tahun 1994, dan semenjak itu tidak pernah berhenti menjalankan amalan Khataman ba’da maghrib setiap senin dan kamis serta mulai mengadakan Manaqib pada tahun 1997 hingga Almarhum meninggal (18 April 2018) dan sesuai dengan permintaan Almarhum ketika masih hidup, hingga saat ini rumah beliau tak berhenti mengadakan Manaqib yang sekarang diurus oleh Isrinya Ibu Euis sekeluarga.

Dalam ceramahnya Ust. Asep menyinggung tentang “panjang umur” dan “makna mengenal Allah SWT”

Panjang umur menurut penuturan Ust. Asep bukan berupa angka semasa kita hidup, namun seberapa besar, sebaik apa dan seberapa lama nama kita selalu disebut dan dikenang, sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW hingga saat ini umat manusia di seluruh penjuru dunia selalu menyebut dan mengangungkan nama beliau dalam segala segi kehidupan, sesepuh dan ulama kita terdahulu masih kita sebut dalam do’a, maka itulah makna dari panjang umur sebenarnya.

Maka ini saatnya bagi kita yang masih hidup memberikan manfaat dan amalan yang baik yang akan berdampak juga pada kita kelak setelah wafat, seperti hari ini kita mendo’akan Alm. Bapak Nani karna kita merasa bahwa beliau semasa hidupnya pernah memberi manfaat kepada kita, untuk itu ketika kita dipanggil Allah SWT maka orang-orang akan senantiasa mendo’akan kita, Inshaallah kita akan mendapatkan predikat panjang umur yang sebelumnya disampaikan….

Dalam hal makna mengenal Allah SWT, Ust. Asep menyampaikan bahwa kita sebagai Ikhwan TQN Suryalaya berterimakasih kepada Alm. Abah Anom ( KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin ) yang mengenalkan dan mengajarkan kita bagaimana cara mengenal Allah SWT dengan diawali Talqin Dzikir yang kita terima dan ajaran-ajaran lainnya sehingga Inshaallah kita tidak akan tersesat ketika kita wafat.

ketika kita wafat kemana tujuan kita selanjutnya ? tentunya ke Allah SWT, lalu bagaimana jika kita tidak tahu Allah itu dimana dan kemana kita mendatanginya ?

seperti halnya kita mengenal orang yang hanya tahu namanya, tapi tidak tahu alamatnya dan tidak tahu bagaimana kita dapat menghubunginya terlebih tidak tahu bagaimana cara mendekatinya ?? jika itu terjadi maka kita pasti tersesat atau mungkin tidak akan sampai ke tujuan.

maka dari itu dengan amalan Tariqah Qadriah Naqsabandiyah yang diajarkan dari Pondok Pesantren Suryalaya Alhamdulillah kita sudah tahu kemana dan bagaimana kita akan kembali ke hadapan Allah SWT.

pesan Penulis : Apabila pembaca yang belum mengenal dan mengetahui metode “Mengenal Allah SWT” seperti tertulis diatas, maka alangkah baiknya mengikuti terus perkebangan dan tausiah dari Mubaligh Ponpes Suryalaya dan mulailah Talqin Dzikir yang dibimbing oleh para Waqil Talqin yang tersebar di seluruh Nusantara. (Ans)

kepala ikan

Syaikh Kepala Ikan

Pada suatu masa, di sebuah pantai, tersebutlah seorang nelayan miskin yang juga guru sufi, tinggal sendiri dengan pekerjaan hariannya menjala ikan di laut. Hasil tangkapannya lalu ia jual di pelelangan, dan uangnya ia pakai untuk membangun zawiyah (padepokan) sederhana, sebagai majlis ta’lim tempatnya mengaji ilmu tasawuf.

Di kampung nelayan itu, ia memiliki banyak murid yang menghormatinya. Mereka tahu, bahwa gurunya ini setiap hari suka membuat sup kepala ikan, yang dibuatnya dari sisa-sisa ikan hasil tangkapannya yang tidak laku. Sehingga, kemudian orang-orang sekampung nelayan itu menjulukinya “Syaikh Kepala Ikan”.

Suatu hari, salah seorang muridnya yang pedagang keliling, datang menghadapnya untuk minta doa. Katanya, “Aku mau mencoba peruntungan dengan berjualan ke Kordoba.” Syaikh Kepala Ikan mendoakannya, lalu memberi pesan, bahwa di Kordoba ada gurunya yang terkenal sebagai Syaikhul-Akbar Ibnu ‘Arabi. Ia minta si pedagang mengunjunginya untuk menyampaikan salam, bahkan mohon nasihat dalam urusan pencapaian maqam spiritualnya – siapa tahu ada peningkatan batin, katanya.

Singkat cerita, tatkala si pedagang sampai ke tempat Syaikhul-Akbar Ibnu ‘Arabi, alangkah terkejutnya ia. Tempat Syaikhul-Akbar itu ternyata sebuah gedung yang layaknya istana, dengan sekelilingnya taman-taman indah, dan banyak pelayan pria-wanita muda yang hilir-mudik dengan kesibukan masing-masing.

Begitu diantar oleh salah satu pelayan, si pedagang menemui Syaikhul-Akbar di sebuah ruang tamu yang luas dan megah, dan didapatinya Syaikhul-Akbar berpakaian yang layaknya sultan. Ia merasa deg-degan, nyalinya mengkerut, dan matanya tertunduk karena tak berani beradu pandang dengan Syaikhul-Akbar.

Dengan terbata-bata, si pedagang menyampaikan salam dari guru sufinya, yang dikampung nelayan dikenal sebagai Syaikh Kepala Ikan. Juga, katanya, “Syaikh saya pun mohon nasihat, terutama dalam hal pencapaian maqam spiritualnya…” Syaikhul-Akbar menjawab lembut, “Katakan padanya, ia masih terlekat dunia.”

Si pedagang kaget, malah tersinggung mendengar nasihat dari orang yang penampilannya penuh kemewahan seperti itu. Tatkala bulan depannya si pedagang kembali ke kampung nelayan, segera ditemuinya guru sufinya, dan disampaikannya pesan balik dari Syaikhul-Akbar, dengan dibumbui kesan-kesannya yang ia anggap absurd.

Katanya, “Aneh sekali, bagaimana beliau mengatakan kalau Guru masih terlekat dunia, padahal beliau sendiri saya lihat dikelilingi belitan dunia?” Tapi, Syaikh Kepala Ikan tiba-tiba menangis lirih, lalu isaknya, “Kau belum tahu, bahwa seseorang bisa saja lahirnya mencapai kekayaan yang melimpah sebanyak yang dicapai oleh batinnya, tanpa kehilangan pandangan qalbu yang fokus kepada Allah. Sungguh, yang kau lihat pada Syaikhul-Akbar guruku itu hakikatnya bukan kekayaan material, tapi pencapaian spiritual yang sangat tinggi!”

Lalu ia tersengguk, dengan air mata yang deras, lirihnya, “Beliau benar, memang aku kalau malam menjelang sahur suka membuat sup kepala ikan, sambil kubayangkan kepala ikan itu seakan-akan ikan yang utuh, aku memang masih terlekat dunia…”