Sholat-gerhana

Secuil Info Tentang Gerhana Bulan

Pintu Qalbu
Secuil info tentang Gerhana

I. Pengertian gerhana

Dalam literatur fiqh gerhana disebut Kusuf (كسوف) dan Khusuf (خسوف). Kedua kata tersebut bermakna sama, yakni gerhana. Namun kalangan Fuqaha’ memakai lafadz Kusuf (كسوف) untuk gerhana matahari (كسوف الشمس) dan lafadz Khusuf untuk gerhana rembulan (خسوف القمر).

Dalam istilah Fuqaha’ Kusuf adalah peristiwa hilangnya sinar matahari baik sebagian atau keseluruhan pada siang hari karena terhalang posisi rembulan yang melintas di antara matahari dan bumi. Sedangkan Khusuf adalah peristiwa hilangnya sinar rembulan baik sebagian atau keseluruhan karena terhalang bayangan bumi yang berada diantara matahari dan rembulan.

II. Hukum shalat gerhana

Para ulama fikih sepakat bahwa hukum shalat gerhana matahari/rembulan adalah sunnah mu’akkadah.

Dalil Alquran surat Fushshilat ayat 37 :

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“ Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu hanya menyembah kepada-Nya “

Dalil Hadits :

عَنِ الْمُغِيْرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ: كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ مَاتَ إِبْرَهِيْمُ فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيْمَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللهَ

Dari Al-Mughirah bin Syu’bah telah berkata : Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah Saw pada wafatnya Ibrahim (putra Nabi Saw). Kemudian orang-orang berkata : “ Telah terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim “. Maka Rasulullah Saw bersabda : “ Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan terjadi gerhana karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang, apabila kalian melihat maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah “. (Muttafaq ‘alaih)

Aqwal Ulama :

الفقه الإسلامي وأدلته (2/ 545
صلاة الكسوف والخسوف سنة  ثابتة مؤكدة باتفاق الفقهاء

“ (Hukum) shalat gerhana matahari dan shalat gerhana rembulan adalah sunnah mu’akkadah dengan kesepakatan para ahli fikih “ (al-Fiqh al-Islami 2/545)

والقسم الثاني ما تسن فيه الجماعة…. إلى أن قال ….. (و) صلاة (الكسوفين)  أى كسوف الشمس والقمر.
(إعانة الطالبين 1/301)

“ Bagian kedua dari pembagian shalat sunnah adalah shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah …….. dan shalat dua gerhana, yakni shalat gerhana matahari dan shalat gerhana rembulan “ (I’anah al-Thalibin 1/301)

III. Tata cara melakukan shalat gerhana

  1. Waktu.
    Waktu pelaksanaan shalat gerhana sejak terjadi gerhana hingga matahari/rembulan muncul kembali. Apabila matahari/rembulan sudah muncul kembali maka waktu pelaksanaan shalat gerhana sudah habis dan tidak disunnahkan qadla’.
  2. Mandi
    Disunnahkan mandi sebelum melakukan shalat gerhana sebagaimana shalat jum’ah dan shalat ied
  3. Berjamaah
    Disunnahkan melakukan shalat gerhana secara berjamaah di Masjid
  4. Adzan
    Tidak disunnahkan adzan dan iqamah, tetapi mengumandangkan kalimat : الصلاة جامعة (as-shalaatu jaami’ah) sesaat sebelum melakukan shalat gerhana.
  5. Rakaat
    Jumlah rakaat shalat gerhana adalah 2 (dua) rakaat. Setiap rakaat terdapat 2 (dua) kali berdiri dan 2 (dua) kali ruku’. Ketika berdiri terdapat 2 (dua) kali membaca fatihah dan 2 (dua) kali membaca surat.
  6. Jahr/Israr
    Dalam shalat gerhana matahari disunnahkan memelankan bacaan (israr) sebagaimana shalat yang dikerjakan pada siang hari, sedangkan dalam shalat gerhana rembulan disunnahkan mengeraskan bacaan (jahr).
  7. Khutbah
    Disunnahkan melakukan 2 (dua) khutbah setelah shalat gerhana sebagaimana khutbah shalat jum’ah dan khutbah ied dalam rukun-rukunnya.
  8. Disunnahkan memperbanyak dzikir, doa, istighfar dan sedekah.

IV. Teknis melakukan shalat gerhana

      Teknis shalat gerhana berikut ini berdasarkan pendapat Jumhur (mayoritas) ulama.

  1. Niat shalat sunnah gerhana berbarengan dengan takbiratul ihram
    أُصَلِّى سُنَّةَ كُسُوفِ الشَّمْسِ / سُنَّةَ خُسُوْفِ القَمَرِ رَكْعَتَيْنِ مَأْمُوْمًا / إِمَامًا لِله تعَالى
  2. Membaca doa iftitah
    اَللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. إنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ للذِيْ فَطَرَالسَّمَوَاتِ وَاْلآَرْضَ حَنِيِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمْحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
  3. Membaca surat al-fatihah
  4. Membaca surah. Jika mampu membaca surat panjang, seperti surat al-Baqarah atau surat lain yang panjangnya sama dengan surat al-Baqarah. Jika tidak mampu maka membaca surat pendek.
  5. Ruku’ pertama pada berdiri pertama. Jika mampu ruku’ pertama pada berdiri pertama dilakukan secara panjang dengan mengulang-ulang bacaan tasbih kadar 100 ayat dari surat al-Baqarah.
  6. Kembali berdiri untuk membaca surat al-fatihah yang kedua
  7. Membaca surah. Jika mampu membaca surat panjang seperti surat Ali Imron atau surat lain yang panjangnya sama dengan surat Ali Imron. Jika tidak mampu maka membaca surat pendek.
  8. Ruku’ kedua pada berdiri pertama. Jika mampu ruku’ kedua pada berdiri pertama dilakukan secara panjang dengan mengulang-ulang bacaan tasbih kadar 80 ayat dari surat al-Baqarah.
  9. Sujud secara panjang/lama dengan mengulang-ulang bacaan tasbih sujud
  10. Duduk diantara dua sujud
  11. Sujud kedua secara panjang/lama dengan mengulang-ulang bacaan tasbih sujud
  12. Berdiri untuk melakukan rakaat kedua
  13. Membaca surat al fatihah
  14. Membaca surah. Jika mampu membaca surat-surat panjang seperti surat an-Nisa’ atau surat lain yang panjangnya sama. Jika tidak mampu maka membaca surat pendek.
  15. Ruku’ pertama pada berdiri kedua. Jika mampu ruku’ pertama pada berdiri kedua dilakukan secara panjang dengan mengulang-ulang bacaan tasbih kadar 70 ayat dari surat al-Baqarah.
  16. Kembali berdiri untuk membaca surat al-fatihah yang kedua
  17. Membaca surah. Jika mampu membaca surat-surat panjang seperti surat al-Maidah atau surat lain yang panjangnya sama. Jika tidak mampu maka membaca surat pendek.
  18. Ruku’ kedua pada berdiri kedua. Jika mampu ruku’ kedua pada berdiri kedua dilakukan secara panjang dengan mengulang-ulang bacaan tasbih kadar 50 ayat dari surat al-Baqarah.
  19. Sujud secara panjang/lama dengan mengulang-ulang bacaan tasbih sujud.
  20. Duduk di antara dua sujud
  21. Sujud kedua secara panjang/lama dengan mengulang-ulang bacaan tasbih sujud
  22. Tahiyyat
  23. Salam

V. Khutbah

Disunnahkan melakukan khutbah setelah shalat gerhana dengan 2 (dua) khutbah. Adapun rukun-rukun khutbah gerhana sebagaimana rukun khutbah jumat dan khutbah ied.

Referensi:

  1. Tafsir al-Qurthubi
  2. I’anah al-Thalibin
  3. Al-Fiqh al-Islami
  4. Al-Fiqh ala al –Madzahib al-Arba’ah

Kang Alim bandung (diteruskan oleh : Ust. Asep Yusup Taziri )

(Baca juga : Rasa Cinta, Takut dan Berharap kepada Allah Ta’ala , Pentingnya Mengenal Allah, Rasulullah dan Agama Islam)

BI FESYAR REGIONAL JAWA 2017_2

Pesantren Suryalaya Dalam Festival Ekonomi Syariah BANK INDONESIA Regional Jawa

Pada bulan yang lalu yaitu bulan Agustus Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan Festival Ekonomi Syariah yang diisi dengan berbagai acara termasuk didalamnya ada berbagai lomba yang diikuti oleh berbagai kalangan. Pada kegiatan tersebut Pondok Pesantren Suryalaya diundang untuk berpartisipasi dalam berbagai lomba. Pondok Pesantren Suryalaya mengirimkan perwakilannya dalam lomba tersebut diantaranya mengikuti Lomba Kesenian Daerah Bernuansa Islami, Lomba Kaligrafi dan Lomba Pemilihan Entrepreneur Muda Syariah.

Pada ketiga lomba yang diikuti perwakilan Pondok Pesantren Suryalaya, salah satunya menjadi Juara I yaitu pada Lomba Kesenian Daerah Bernuansa Islami.

Kemudian Pemenang dari Lomba Kesenian Daerah Bernuansa Islami akan diikut sertakan pada Lomba di tingkat Regional Jawa yang dilaksanakan pada tanggal 15 September 2017 di Bale Asri PUSDAI Bandung.
Syukur Alhamdulillah, pada kesempatan lomba kali ini pun perwakilan Pondok Pesantren Suryalaya diwakili oleh Siswa/Siswi SMA Serba Bakti yang mewakili BI Kantor Perwakilan Jawa Barat menjadi Juara I yang nantinya akan mewakili BI Regional Jawa pada Festival Ekonimi Syariah Tingkat Nasional.

MILAD PPS & HAOL 2017_5

Peringatan Milad Pontren Suryalaya Dan Haol Syekh KH. Ahmad Shohiulwafa Tajul Arifin ra. (Abah Anom)

Bertepatan dengan tanggal 4 September 2017 Pondok Pesantren Suryalaya mengadakan acara MILAD Pontren Suryalaya dan Tahlil untuk Almarhum Syekh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. (Abah Anom).

Menjelang sore hari, sekitar pukul 15.15 WIB Para Dosen, Guru, Ustadz/ustadzah, santriwan/santriwati serta para ikhwan/Akhwat Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah yang ada dilingkungan Pondok Pesantren Suryalaya telah memenuhi Mesjid Nurul Asror untuk melaksanakan shalat ashar berjamaah, dzikir dilanjutkan dengan khataman. Setelah selesai khataman kemudian mengikuti MILAD Pontren Suryalaya dan Haol Syekh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin ra. (Abah Anom) yang bertempat di Puncak Makam Suryalaya.

abah-anom-copy-700x336

KH. Shohibulwafa Tajul Arifin, Abah Anom Pesantren Suryalaya

KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah. Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis antara tahun 1923-1928.

Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan balaghahkepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.

Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh.

Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.

Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang mendalam. Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama.

Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda, sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau juga amat cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokohThariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan baik.

Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.

Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.

Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah serta Pondok Remaja Inabah.

Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah. Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan, sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola, yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun Nursaiduddin.

manaqib id

Belajar dari Pesantren Suryalaya

Anu matak ulah rek kajongjonan, ngeunah dewek henteu lian.” Kalimat itu kurang lebih bermakna janganlah acuh tak acuh dan hanya menyenangkan diri sendiri. Ini merupakan penggalan petuah almarhum Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau Abah Sepuh.

Beliau merupakan pendiri Pesantren Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah atau disingkat dengan Suryalaya, Tanjungkerta Pageurageung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Petuah itu terabadikan dalam risalah Tanbih.

Kumpulan wasiat itu hingga sekarang menjadi pegangan bagi para santri dan pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) di Suryalaya. Ada empat poin utama nasihat yang disampaikan penyebar tarekat tersebut di wilayah Jawa Barat.

Pada intinya, menekankan keseimbangan dalam segala hal. Cinta agama, harus taat pada negara, saleh ritual, juga harus peka sosial. Singkat kata, keempat poin tersebut menekankan pentingnya kesalehan sosial mengiringi kesalehan individual.

Sina logor dina liang jarum, ulang sereg di buana. Hendaklah bersikap budiman, tertib, dan damai. Jangan sesekali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya adalah budi utama jasmani sempurna (cageur-bageur).

Sejak berdiri pada 5 September 1905 di bawah kepemimpinan tokoh yang dikenal dengan Abah Sepuh tersebut, pesantren menjadi simbol sekaligus bukti dari keluhuran Islam. Kehadirannya menjadi oase di tengah kegersangan mental dan keterpurukan fisik warga setempat.

Kekuatan spiritual keluarga besar pesantren tak bersifat rigid, terkungkung, justru menjelma menjadi daya dorong luar biasa bagi terciptanya perbaikan sebab itulah hakikat Islam. Sebuah perubahan.

Abah Sepuh yang wafat pada 25 Januari 1956 mampu mewujudkan Islam sebagai jalan hidup. Tidak hanya secara vertikal, tetapi juga horizontal, seperti membangun irigasi serta bendungan yang lantas disebut dengan Bendungan Nur Muhammad.

Untuk mendongkrak perekonomian, Abah Sepuh mendirikan pasar. Kepedulian terhadap lingkungan juga mendarah daging kepada ahli warisnya, yakni KH Shohibul Wafa Tajul Arifin.

Di bawah kearifannya, Pesantren Suryalaya ibarat sang surya yang menebarkan manfaat bagi alam semesta. Selaras dengan arti kata Suryalaya itu sendiri. Surya berarti matahari sedangkan laya bermakna terbit.

Tonggak prestasi figur yang akrab disapa Abah Anom itu ialah mendirikan Pesantren Remaja Inabah pada 1971. Pesantren tersebut unik lantaran menggunakan ajaran dan tuntunan agama untuk terapi penyembuhan para korban penyalahgunaan narkoba.

Menteri Agama Suryadharma Ali menaruh hormat atas sumbangsih Suryalaya. Umat Islam saat ini dituntut berperan aktif bagi masyarakat di berbagai bidang, mulai dari keagamaan, sosial, ekonomi, hingga politik.

Bermodalkan kepekaan terhadap sesama dan lingkungan serta bekal sumber daya manusia yang mumpuni, umat mesti menjadi tonggak perubahan bangsa dan negara.

Bila masyarakat miskin, ini berarti umat Islam miskin. Jika sejahtera, maknanya Muslim sejahtera. “Kuncinya di umat Islam,” kata Suryadharma saat menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Suryalaya.

timthumb

Rasa Cinta, Takut dan Berharap kepada Allah Ta’ala

Kewajiban Menggabungkan Al-Mahabbah, Al-Khauf dan Ar-Raja’

Termasuk di antara pokok akidah Islam yang paling agung adalah al-khauf (rasa takut) dan ar-raja’ (rasa penuh harap). Seorang mukmin, dia takut (khauf) terhadap ancaman, azab dan hukuman dari Allah ta’ala. Namun di sisi lain, dia juga mengharapkan (raja’) kemurahan rahmat, kasih sayang dan ampunan Allah ta’ala. Dua hal ini haruslah digabungkan secara seimbang dan tidak boleh hanya menonjolkan salah satunya. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala ketika menceritakan para nabi-Nya,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 90)

Yang dimaksud dengan رغبا adalah rasa penuh harap (ar-raja’).

Sedangkan yang dimaksud denganرهبا   adalah rasa takut (al-khauf).

Allah ta’ala juga berfirman,

أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra’ [17]: 57)

Allah ta’ala berfirman,

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (QS. Az-Zumar [39]: 9)

Kedua hal ini (al-khauf dan ar-raja’) haruslah disertai dengan rasa cinta kepada Allah ta’ala (al-mahabbah). Oleh karena itu, seorang mukmin harus menggabungkan tiga hal ini: mencintai Allah ta’ala, takut terhadap azab dan siksaan Allah ta’ala dan mengharapkan kasih sayang, rahmat, pahala dan ampunan Allah ta’ala.

Pemahaman dan Akidah yang Menyimpang

Seseorang tidak boleh beribadah kepada Allah ta’ala hanya semata-mata karena rasa cinta, karena ini adalah ibadah kaum sufi. Mereka tidak beribadah kepada Allah ta’ala karena rasa takut dan berharap pahala. Mereka berkata, “Aku tidaklah beribadah kepada Allah ta’ala karena mengharapkan surga, bukan pula karena takut neraka. Akan tetapi, aku beribadah karena semata-mata mencintai Allah.”

Ini adalah keyakinan yang tidak benar.

Bagaimana mungkin sikap semacam ini kita benarkan, sedangkan manusia yang paling bertakwa kepada Allah ta’ala, yaitu Rasulullah shallallahualaihiwasallam berdoa,

اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Allah Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkan kami dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 4522)

Adapun orang-orang yang beribadah kepada Allah ta’ala hanya karena rasa takut, mereka adalah orang-orang khawarij. Orang-orang khawarij hanya menonjolkan sisi al-khauf saja. Oleh karena itu, mereka memvonis kafir orang-orang yang berbuat dosa atau maksiat, meskipun perbuatan tersebut tidak termasuk dalam perbuatan kekafiran atau kemusyrikan (syirik akbar). Padahal, orang-orang yang berbuat dosa dan belum bertaubat sebelum meninggal dunia, ada kemungkinan diampuni oleh Allah ta’ala, selama dosa tersebut masih berada di bawah level kekafiran.

Adapun orang-orang yang beribadah kepada Allah ta’ala hanya karena rasa harap (ar-raja’) saja, mereka adalah kaum murji’ah. Mereka meremehkan dan menghilangkan rasa takut kepada Allah ta’ala. Oleh karena itu, orang-orang murji’ah menganggap sama saja antara orang-orang mukmin dengan pelaku dosa besar. Bagi mereka, dosa besar tidaklah membahayakan atau mengurangi keimanan mereka, karena hanya menonjolkan rasa harap akan ampunan dari Allah ta’ala dan tidak memiliki rasa takut terhadap siksa dan ancaman-Nya.

Ibadah Ahli Tauhid

Adapun ahli tauhid yang berpegang teguh dengan akidah ahlus sunnah, mereka menggabungkan ketiga hal ini: al-mahabbah, al-khauf dan ar-raja’.

Namun, rasa takut (al-khauf) tidak boleh menyebabkan seseorang berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah ta’ala. Selama dia bertaubat dengan benar dari dosa-dosanya, maka dia yakin bahwa Allah ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya.

Hal ini karena berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah ta’ala termasuk dalam perbuatan kekafiran. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf [12]: 87)

Ibrahim ‘alaihissalam berkata,

وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ

“Tidak ada yang orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr [15]: 56)

Demikian pula, seseorang yang berharap kepada Allah ta’ala, tidak boleh disertai dengan merasa aman dari makar Allah ta’ala dan menghilangkan rasa takut. Allah ta’ala berfirman,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf [7]: 99)

Oleh karena itu, para ulama berkata, ”Merupakan kewajiban bagi seorang hamba untuk berada di antara al-khauf dan ar-raja’. Mereka menyeimbangkan keduanya, bagaikan sayap seekor burung. Sayap seekor burung itu seimbang (antara kanan dan kiri, pen.), jika hilang salah satunya, dia akan jatuh. Demikian pula keadaan orang-orang yang beriman yang berada di antara al-khauf dan ar-raja’, sebagaimana sepasang sayap seekor burung.” Wallahu a’lam.

a

Kisah Karomah Abah Anom, Gelas Berisi Ikan

KH A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di Suryalaya, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1 Januari 1915. Ia adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad, pendiri Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Juhriyah.

Ketika berusia 23 tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti Ru’yanah. Setelah menikah, ia berziarah ke Tanah Suci. Selama Ramadhan, Abah rajin mengikuti pengajian bandungan di Masjidil Haram yang disampaikan guru-guru dari Mekkah atau Mesir.

Ketika di Mekkah, Abah Anom terbiasa tidur di atas pasir di Masjidil Haram (pada masa itu sebagian lantai masjidil Haram masih berupa pasir) dan setiap pagi ia bangun. Ia rajin mengunjungi ribat naqsabandi di jabal Gubaisy untuk muzakarah kitab Sirrul Asror dan Ganiyyat Al-Talibin karya Sayyidi Syeikh Abdul Qodir Aj-Jaelani.

Abah pulang dari Mekkah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939). Ia telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan.

Pengetahuannya meliputi tafsir, hadits, fikih, kalam, dan tasawuf yang merupakan inti ilmu agama. Abah Anom dikenal sebagai tokoh Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Ketika Abah Sepuh wafat, pada tahun 1956, Abah Anom memimpin Pesantren Suryalaya.

Banyak tersebar kisah karomah Abah Anom seperti yang dituliskan di buku-buku latar belakang dan perkembangan Pesantren Suryalaya. Ada sebuah kisah tentang Abah Anom menghadapi seorang kapten yang akan menjajal ilmu Abah Anom. Seorang kapten dan anak buahnya mendatangi Pesantren Suryalaya.

Ia membawa sebuah batu kali dari kantongnya sebesar tinju. Batu itu diletakkan di sebelah telapak tangan kirinya, kemudian tangan kanannya satu kali pukul saja batu tersebut telah terbelah dua. Dia berikan kedua belahan batu itu kepada Abah dengan sikap sombong.

Abah Anom mengambil batu itu dan meremas batu itu, kemudian jadilah batu itu hancur laksana tepung. Si kapten terbelalak matanya tetapi ia belum putus asa dan masih penasaran.

Tiba-tiba Abah Anom meminta segelas air kepada tukang masak di dapur, yang segera datang di hadapan Abah Anom. Gelas berisi air itu diberikan kepada si kapten yang dilihatnya ada ikan dalam gelas.

Kapten itu segera bergaya seperti orang yang memancing dan ikan itu seolah terkait di alat pancing. Dia tunjukkan dengan sombong ikan itu terpancing dari gelas itu kepada Abah Anom.

Tetapi, tiba-tiba di lantai, di hadapan si kapten menggeletar seekor ikan besar yang kemudian dengan isyarat jari telunjuk saja oleh Abah Anom, ikan itu seperti terkait dengan pancingan telunjuk Abah Anom.

Belum sempat sang kapten menunjukkan ketakjubannya lagi, Abah Anom seolah memegang ketapel, dia mengarahkan ketapel itu ke atas atap rumah dan sesudah ditariknya tiba-tiba jatuhlah seekor burung yang rupanya kena tembakan ketapel.

Sang kapten bersujud di depan Abah Anom, diletakkannya lututnya kepada lutut Anom Anom, mengaku kalah dan meminta maaf, serta minta ditalqinkan untuk menganut dan mengamalkan Pesantren Suryalaya.

1-EGDgJnC-8B96WeB6AqSsdQ

Inilah Amalan yang mengalahkan Ramadhan dan Jihad 

Keutamaan 10 hari pertama bulan Zulhijjah

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

“Tidak ada suatu hari, dimana amal shalih lebih dicintai ALLAH dibandingkan beramal pada hari-hari ini -yakni sepuluh hari pertama Zulhijjah.

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, sekalipun amalan itu jihad fi sabililah?.”

Beliau menjawab,
“Ya, walaupun jihad fi sabililah, kecuali seseorang yang pergi berjihad dengan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak pulang (dari jihad itu) dengan membawa suatu apapun.”
(HR. al-Bukhari)

Amalan Yang Disyariatkan Pada Hari-hari Tersebut

A. Melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : ”Umrah yang satu ke umrah yang lainnya merupakan kaffarat (penghapus dosa-dosa) diantara keduanya, sedang haji mabrur, tidak ada balasan baginya kecuali Syurga”

(HR. Bukhari dan Muslim)

B. Berpuasa pada hari-hari tersebut atau beberapa hari diantaranya (sesuai kesanggupan) terutama pada hari Arafah (9 Zulhijjah).

Rasululllah صلى الله عليه وسلم bersabda :
“Tidaklah seseorang berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari Neraka (karena puasanya) sejauh 70 tahun perjalanan”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Khusus tentang puasa Arafah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Berpuasa di hari Arafah ( 9 Zulhijjah ) menghapuskan dosa tahun lalu dan dosa tahun yang akan datang”
(HR. Muslim)

C. Memperbanyak takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Maka perbanyaklah di dalamnya tahlil, takbir dan tahmid.”
(HR. Ahmad)

D. Bertaubat dan menjauhi kemaksiatan serta seluruh dosa agar mendapatkan maghfirah dan rahmat dari Allah سبحانه وتعالى .

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
”Sungguh Allah itu cemburu dan kecemburuan Allah apabila seseorang melakukan apa yang Allah haramkan atasnya”
(HR. Bukhari dan Muslim)

E. Memperbanyak amalan-amalan shalih berupa ibadah-ibadah sunnat seperti shalat, jihad, membaca Al Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan yang semacamnya.

Karena amalan tersebut akan dilipatgandakan pahalanya jika dilakukan pada 10 hari pertama bulan Zulhijjah.

F. Disyariatkan pada hari-hari tersebut bertakbir di setiap waktu, baik itu siang maupun malam, terutama ketika selesai shalat berjama’ah di masjid.

Takbir ini dimulai sejak Shubuh hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji, sedang bagi jama’ah haji maka dimulai sejak Zhuhur hari penyembelihan (10 Zulhijjah).
Adapun akhir dari waktu bertakbir adalah pada hari terakhir dari hari-hari Tasyrik (13 Zulhijjah)

G. Memotong hewan qurban (Udhiyah) bagi yang mampu pada hari raya qurban (10 Zulhijjah) dan hari-hari Tasyrik (11–13 Zulhijjah).

Bagi orang yang berniat untuk berqurban hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya sampai dia berqurban, diriwayatkan dari Ummu Salamah RA, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

“Jika kalian telah melihat awal bulan Zulhijjah dan salah seorang di antara kalian berniat untuk menyembelih hewan qurban maka hendaknya dia menahan rambut dan kukunya”
Di riwayat lain disebutkan: ”Maka janganlah dia (memotong) rambut dan kuku-kukunya sehingga dia berqurban”.

Kemungkinan larangan tersebut untuk menyerupai orang yang menggiring (membawa) qurban sembelihan saat melakukan ibadah haji, sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى :

…وَلاَ تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ … البقرة:196 “…
Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebaelum qurban sampai di termpat penyembelihannya…” (QS. Al Baqarah :196).

Namun demikian tidak mengapa bagi orang yang akan berqurban untuk mencuci atau menggosok rambutnya meskipun terjatuh sehelai atau beberapa helai dari rambutnya.

H. Melaksanakan shalat ‘Ied berjama’ah sekaligus mendengarkan khutbah dan mengambil manfaat darinya.

Muh. Yusran Anshar, Lc
Maraji : Risalah Fadhlu Ayyam Al’Asyr Min Dzilhijjah, Asy Syekh Abdulllah bin Abdirrahman Al Jibrin

arab-wallpaper-16

Empat Kaidah Utama Dalam Memahami Tauhid

Aku memohon kepada Allah Al Karim Rabb pemilik Arsy yang agung semoga Dia melindungimu di dunia dan di akhirat. Aku juga memohon kepada-Nya supaya menjadikan dirimu diberkahi di manapun kamu berada.

Aku juga memohon kepada-Nya supaya menjadikan dirimu termasuk di antara orang-orang yang bersyukur apabila diberi kenikmatan, bersabar ketika tertimpa cobaan, dan meminta ampunan tatkala terjerumus dalam perbuatan dosa, karena ketiga hal itulah tonggak kebahagiaan.

Ketahuilah, semoga Allah membimbingmu untuk taat kepada-Nya, Al Hanifiyah yaitu agama yang diajarkan oleh Ibrahim ialah beribadah kepada Allah semata dengan mengikhlaskan agama (amal) untuk-Nya. Itulah perintah yang Allah berikan kepada segenap umat manusia dan hikmah penciptaan mereka.

Sebagaimana dinyatakan oleh firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56).

Apabila kamu telah menyadari bahwa kamu diciptakan untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya suatu ibadah tidaklah dianggap bernilai ibadah kecuali apabila disertai dengan tauhid. Sebagaimana halnya shalat yang tidak bisa disebut shalat apabila tidak disertai dengan thaharah (keadaan suci pada diri pelakunya).

Maka apabila syirik menyusupi suatu ibadah, niscaya ibadah itu menjadi rusak. Sebagaimana apabila ada hadats yang muncul pada diri orang yang sudah bersuci.

Apabila kamu sudah mengerti ternyata syirik itu apabila menyusupi ibadah akan menghancurkan ibadah tersebut dan menghapuskan amal, bahkan orang yang melakukannya menjadi tergolong penghuni kekal neraka, maka kini kamu pun telah mengerti bahwa perkara terpenting bagimu adalah memahami seluk beluknya.

Mudah-mudahan Allah menyelamatkan dirimu dari jebakan perangkap ini; yaitu kesyirikan terhadap Allah. Allah ta’ala berfirman tentang syirik ini (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik yaitu bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’ [4]: 48).

Dan hal itu akan mudah kamu mengerti dengan mempelajari empat buah kaidah yang disebutkan oleh Allah ta’ala di dalam kitab-Nya:

Kaidah Pertama

Hendaknya kamu mengerti bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengakui Allah ta’ala sebagai pencipta dan pengatur segala urusan. Sedangkan pengakuan mereka ini tidaklah membuat mereka tergolong orang Islam.

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah, Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan siapakah yang mampu mengeluarkan yang hidup dari yang mati serta mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dan siapakah yang mengatur segala urusan, maka pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Lantas mengapa kalian tidak mau bertakwa?’.” (QS. Yunus [10]: 31)

Kaidah Kedua

Orang-orang musyrik tersebut mengatakan, “Kami tidaklah berdoa kepada mereka (sesembahan selain Allah, pen) dan bertawajjuh (menggantungkan harapan) kepada mereka melainkan hanya dalam rangka mencari kedekatan diri (di sisi Allah, pen) dan untuk mendapatkan syafa’at.”

Dalil yang menunjukkan bahwa mereka bertujuan mencari kedekatan diri adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan orang-orang yang mengangkat selain-Nya sebagai penolong (sesembahan, pen) beralasan, ‘Kami tidaklah beribadah kepada mereka kecuali karena bermaksud agar mereka bisa mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah pasti akan memberikan keputusan di antara mereka terhadap perkara yang mereka perselisihkan itu. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang gemar berdusta dan suka berbuat kekafiran.” (QS. Az Zumar [39]: 3)

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa mereka juga mengharapkan syafaat dengan kesyirikan yang mereka perbuat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan mereka beribadah kepada selain Allah; sesuatu yang sama sekali tidak mendatangkan bahaya untuk mereka dan tidak pula menguasai manfaat bagi mereka. Orang-orang itu beralasan, ‘Mereka adalah para pemberi syafa’at bagi kami di sisi Allah kelak.’.” (QS. Yunus [10]: 18)

Syafa’at ada dua macam:

Syafa’at yang ditolak dan syafa’at yang ditetapkan.

  1. Syafa’at yang ditolak adalah syafa’at yang diminta kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian rezeki yang Kami berikan kepada kalian sebelum tiba suatu hari yang pada saat itu tidak ada lagi jual beli, persahabatan, dan syafa’at. Sedangkan orang-orang kafir, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Baqarah [2]: 254)
  2. Syafa’at yang ditetapkan adalah syafa’at yang diminta kepada Allah. Orang yang diperkenankan memberikan syafa’at berarti mendapatkan pemuliaan dari Allah dengan syafa’at tersebut. Adapun orang yang akan diberi syafa’at adalah orang yang ucapan dan perbuatannya diridhai Allah, dan hal itu akan terjadi setelah mendapatkan izin (dari Allah, pen). Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Lalu siapakah yang bisa memberikan syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya?”. (QS. Al Baqarah [2]: 255)

Kaidah Ketiga

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul di tengah-tengah masyarakat yang memiliki peribadatan yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang beribadah kepada malaikat. Ada pula yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang saleh. Ada juga di antara mereka yang beribadah kepada pohon dan batu.

Dan ada pula yang beribadah kepada matahari dan bulan. Mereka semua sama-sama diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sedikitpun membeda-bedakan di antara mereka. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan perangilah mereka semua hingga tidak ada lagi fitnah (syirik) dan agama (amal) semuanya hanya diperuntukkan kepada Allah.” (QS. Al Anfaal [8]: 39)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada matahari dan bulan adalah firman-Nya (yang artinya), “Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan, maka janganlah kamu sujud kepada matahari ataupun bulan. Akan tetapi sujudlah kamu kepada Allah yang menciptakan itu semua, jika kamu benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Fushshilat [41]: 37)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para malaikat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan Allah tidak menyuruh kamu untuk mengangkat para malaikat dan nabi-nabi sebagai sesembahan.” (QS. Al ‘Imran [3]: 80)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para nabi adalah firman-Nya yang artinya, “Ingatlah ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua sosok sesembahan selain Allah’? Maka Isa berkata, ‘Maha Suci Engkau ya Allah, tidak pantas bagiku untuk berucap sesuatu yang bukan menjadi hakku. Apabila aku mengucapkannya tentunya Engkau pasti mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, dan aku sama sekali tidak mengetahui apa yang ada di dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib.’.” (QS. Al Maa’idah [5]: 116)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada orang-orang salih adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Sosok-sosok yang mereka seru justru mencari wasilah kepada Rabb mereka; siapakah di antara mereka yang lebih dekat, dan mereka juga sangat mengharapkan curahan rahmat-Nya dan merasa takut dari azab-Nya.” (QS. Al Israa’ [17]: 57)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada pohon dan batu adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Kabarkanlah kepada-Ku tentang Latta, ‘Uzza, dan juga Manat yaitu sesembahan lain yang ketiga.” (QS. An Najm [53]: 19-20). Demikian juga ditunjukkan oleh hadits Abu Waqid Al Laitsi radhiyallahu’anhu. Beliau menuturkan, “Ketika kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Ketika itu kami masih dalam keadaan baru keluar dari agama kekafiran. Orang-orang musyrik ketika itu memiliki sebatang pohon yang mereka jadikan sebagai tempat i’tikaf dan tempat khusus untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut Dzatu Anwath. Ketika itu, kami melewati pohon tersebut. Lalu kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebatang Dzatu Anwath seperti Dzatu Anwath yang mereka miliki.’.” (HR. Tirmidzi [2181], Ahmad dalam Musnadnya [5/218]. Tirmidzi mengatakan: hadits hasan sahih)

Kaidah Keempat

Orang-orang musyrik pada masa kita justru lebih parah kesyirikannya daripada orang-orang musyrik zaman dahulu. Sebab orang-orang terdahulu hanya berbuat syirik di kala lapang dan beribadah (berdoa) dengan ikhlas di kala sempit. Adapun orang-orang musyrik di masa kita melakukan syirik secara terus menerus, baik ketika lapang ataupun ketika terjepit.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apabila mereka sudah naik di atas kapal (dan diterpa ombak yang hebat, pen) maka mereka pun menyeru (berdoa) kepada Allah dengan penuh ikhlas mempersembahkan amalnya. Namun setelah Allah selamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka kembali berbuat kesyirikan.” (QS. Al ‘Ankabuut [29]: 65)

Selesai, semoga shalawat dan doa keselamatan senantiasa tercurah kepada Muhammad, segenap pengikutnya, dan terutama para sahabatnya.

Suasana kegiatan salat Jumat para pecandu narkoba dan kelainan perilaku di Inabah 7 Pesantren Suralaya, Tasikmalaya, Jumat (25/03/2016).--Foto: Imam Husein/Jawa Pos

Metode Inabah ala Ponpes Suryalaya Merehabilitasi Pecandu Narkoba

Dari total jutaan penyalahguna narkoba di Indonesia, menurut data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut, ternyata hanya ada sekitar 18.000 atau 0.47 persen yang sudah mendapat layanan rehabilitasi.

Penyebab rendahnya angka rehabilitasi ini, salah satu faktor adalah minimnya tempat untuk merehabilitasi ini. Namun, untung saja—sudah banyak bermunculan pesantren-persantren yang ternyata sukses merehabilitasi para pecandu Narkoba ini.

Salah satu yang paling terkenal adalah Pesantren Suryalaya di Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari situs resminya www.suryalaya.org, konsep rehabilitasi yang dipakai disebut inabah.

Menurut (alm) KH Shohibulwafa Tajul Arifinyang sering disebut Abah Anom– etimologi kata Inabah adalah istilah yang berasal dari Bahasa Arab anaba-yunibu yang berarti : mengembalikan. Jadi, inabah juga berarti pengembalian atau pemulihan. Maksud dari ini adalah proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat ke Allah.

Penggunaan istilah ini juga lazim digunakan dalam Al-Qur’an, khusunya pada surat Luqman surat ke-31 ayat ke-15, Surat ke-42, Al-Syura ayat ke-10; dan pada surat yang lainnya.

Konsep perawatan korban penyalahgunaan narkoba ini adalah mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.

Dari sudut pandang ilmu pendekatan “tasauf” atau spiritual melalui wadah “Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah” yang dipimpin Abah Anom, maka orang yang sedang mabuk berarti jiwanya sebenarnya sedang tergoncang dan terganggu, Tidak jauh berbeda dengan orang gila sehingga diperlukan metode yang didasarkan pada Al-Qur’an, hadits dan ijtihad para ulama.

Dan secara teknis, metode ini yang mencakup :

1. Mandi.

Lemahnya kesadaran pecandu akibat narkoba bisa dipulihkan dengan mandi dan wudlu. Mandi dan wudlu ini berarti akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk ‘kembali’ menghadap Allah Yang Maha Suci.

disamping itu, terdapat makna simbolik dari wudlu berupa mencuci muka, mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan pembersihanjiwa. Kemudianmencuci lengan yang berarti mensucikan perbuatan. Kegiatan membasuh kepala juga berarti sedang mensucikan otak yang mengendalikan seluruh kegiatan badan. Terakhir, saat membasuh kaki berarti mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup.

2. Sholat.

Pecandu yang telah disucikan oleh prosesi mandi dan wudlu, kemudian akan diajarkan dan dipandu untuk melaksanakan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah ini. Tuntunan pelaksanaan sholat fardhu dan sunnah pun disesuaikan dengan ajaran islam dan kurikulum ibadah yang telah dibuat dan disarikan oleh Abah Anom.

3. Talqin Dzikir.

Pecandu yang telah pulih kesadarannya, kemudian diajak berdzikir melalui talqîn dzikr. Talqin dzikir adalah pembelajaran dzikir pada qalbu. Dzikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu yang di talqin. Yang dapat melakukan talqin dzikir hanyalah orang-orang yang qalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).

4. Pembinaan.

Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat dan dzikir, serta ibadah lainnya.

Dengan metodologi yang dikutip dari situs resmi Pesantren Suralaya ini, terbukti tingkat keberhasilannya sangat tinggi. Tidak heran pesantren yang beralamat di:

Desa Tanjungkerta – Kecamatan Pagerageung 46158, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat – Indonesia, Telp. (0265) 454830-455801 Fax. (0265) 455830 ini sangat terkenal.

Bukan hanya terkenal, namun pernah juga mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse, serta penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia kepada KH.A Shohibulwafa Tajul Arifin atas keberhasilan metode Inabah tersebut serta jasa-jasanya di bidang rehabilitasi korban Narkotika dan Kenakalan remaja.

Walau pun akhirnya Abah Anom meninggal dunia tahun 2012, metoda Inabah yang ditemukannya tetap dipakai oleh penerus pesantrennya.

Selain Itu, ada juga beberapa Pesantren lainnya yang juga membuka program rehabilitasi pecandu narkoba, antara lain:

A. Pondok Pesantren Al Islamy, Pondok ini didirikan oleh mualaf, Anastasius Priharsoyo yang terletak di Pedukuhan Padaan Kulon, Desa Banjarharjo, Kalibawang, Kulonprogo. Pondok pesantren ini sudah berhasil merehabilitasi ribuan pecandu narkotika sejak didirikan pada 1984 silam, pondok ini melakukan pendekatan religi untuk penyembuhan. Disamping itu juga memakai penanganan melalui pendekatan medis umum juga dilakukan.

B. Pesantren Rehabilitasi Mental Az-Zainy, Pondok Pesantren ini didirikan oleh KH Zain Baik yang akrab dipanggil Gus Zain. Menurut Gus Zain, ia termotivasi untuk pondok pesantren rehabilitas narkoba ini karena selama ini sudah terlalu banyak pesantren lain hanya mengkhususkan membina orang waras. Padahal pecandu narkoba juga mempunyai hak untuk sembuh dan mempunyai hak untuk mendapatkan ilmu ahlak dan umum.

Nah, dari beberapa yang disebutkan diatas—tentu masih banyak lagi pesantren lain yang mempunyai niat yang sama walau mungkin berbeda secara teknis konsep dan metode. Namun apa pun konsep dan metodenya. Semuanya sangat bermanfaat untuk memberikan alternatif rehabilitasi bagi korban yang berniat sembuh atau disembuhkan.